GEMINITIKTOK – Kapitan Pattimura adalah simbol perjuangan rakyat Maluku melawan penjajahan Belanda. Dengan keberanian yang luar biasa, ia memimpin rakyat untuk bangkit mempertahankan tanah air dari kekuasaan kolonial yang menindas. Kisah hidupnya tak hanya menjadi bagian dari sejarah Maluku, tetapi juga bagian dari identitas nasional Indonesia.
Kapitan Pattimura dan Latar Belakang Penjajahan di Maluku
Kapitan Pattimura lahir dengan nama Thomas Matulessy pada 8 Juni 1783 di Pulau Saparua, Maluku. Ia berasal dari keluarga Kristen Protestan yang taat, dan sejak muda sudah menunjukkan kepemimpinan yang kuat. Sebelum memimpin perlawanan, ia pernah mengabdi sebagai serdadu Inggris dan mendapatkan pelatihan militer. Pengalaman ini sangat membentuk strategi dan taktiknya di kemudian hari.
Setelah Inggris menyerahkan kembali wilayah Maluku kepada Belanda pada tahun 1817, rakyat merasa kecewa. Pemerintahan Belanda yang kembali berkuasa justru menindas rakyat dengan sistem pajak yang memberatkan dan tindakan sewenang-wenang. Ketegangan pun tak terhindarkan. Kapitan Pattimura melihat penindasan ini sebagai bentuk penghinaan terhadap harga diri dan kemanusiaan rakyat Maluku.
Perlawanan Berskala Besar di Saparua
Pada 15 Mei 1817, Kapitan Pattimura memimpin sebuah serangan besar terhadap Benteng Duurstede di Saparua. Serangan ini berhasil mengguncang Belanda, dan bahkan menewaskan Residen Belanda Johannes van den Berg. Keberhasilan ini menjadi titik balik yang membangkitkan semangat perlawanan di berbagai wilayah Maluku. Rakyat bersatu di bawah komando Pattimura, yang dengan cepat membangun struktur kepemimpinan militer rakyat.
Namun, Belanda tidak tinggal diam. Mereka segera mengirim pasukan besar dari Ambon untuk merebut kembali Saparua. Pertempuran demi pertempuran pun pecah. Pattimura dan pasukannya bertahan dengan gagah berani. Meski kekuatan senjata mereka jauh lebih lemah dibandingkan pasukan Belanda, semangat juang yang menyala menjadikan mereka lawan yang tangguh.
Pengkhianatan, Penangkapan, dan Eksekusi
Sayangnya, perjuangan Kapitan Pattimura harus menghadapi kenyataan pahit. Seorang tokoh lokal yang bernama Pati Akoon melakukan pengkhianatan dengan memberi informasi kepada Belanda. Akibatnya, Pattimura berhasil ditangkap pada 11 November 1817. Ia kemudian dijatuhi hukuman mati.
Pada 16 Desember 1817, Kapitan Pattimura dieksekusi di tiang gantungan di Ambon. Meski nyawanya diakhiri oleh tali gantung penjajah, semangat dan perjuangannya justru tak pernah padam. Namanya hidup dalam ingatan kolektif bangsa sebagai pejuang sejati dari tanah Maluku.
Warisan Perjuangan Kapitan Pattimura
Kapitan Pattimura dikenang sebagai simbol perlawanan yang tidak pernah menyerah. Ia menunjukkan bahwa keberanian dan cinta tanah air tidak bisa dikalahkan oleh kekuatan senjata. Semangatnya terus menginspirasi generasi muda Maluku dan Indonesia untuk mencintai tanah air dan menolak segala bentuk penjajahan, baik secara fisik maupun mental.
Pemerintah Indonesia menetapkan Thomas Matulessy sebagai Pahlawan Nasional pada 6 November 1973. Namanya diabadikan menjadi nama bandara, universitas, dan jalan di berbagai kota. Bahkan wajahnya pernah menghiasi uang kertas Rupiah pecahan Rp1.000 edisi sebelumnya—menjadikannya salah satu dari sedikit tokoh yang dikenang dalam bentuk mata uang nasional.
Artikel ini membuktikan bahwa sejarah perjuangan bangsa tidak bisa dipisahkan dari sosok-sosok seperti Kapitan Pattimura. Ia bukan hanya pejuang dari masa lalu, melainkan cahaya bagi perjuangan masa depan.