Ir. H. Djuanda Kartawidjaja: Arsitek Laut Nusantara dan Pejuang Integritas Bangsa

Ir. H. Djuanda Kartawidjaja sedang duduk di meja kerjanya, mengenakan jas dan kacamata

GEMINITIKTOK – Ir. H. Djuanda Kartawidjaja adalah tokoh nasional yang namanya kini terpampang di uang pecahan Rp50.000. Sosoknya mencerminkan keteguhan, kecerdasan, dan visi kebangsaan yang luar biasa. Lahir di Tasikmalaya pada 14 Januari 1911, Djuanda tumbuh dalam lingkungan yang kuat akan nilai-nilai pendidikan dan pengabdian. Ia menempuh pendidikan teknik di Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB), tempat yang kelak mencetak banyak pemimpin bangsa.

Meski bergelar insinyur, jalan hidup Djuanda lebih banyak berkisar di dunia pemerintahan dan perjuangan politik. Dedikasinya tidak hanya tercermin dalam jabatan yang diemban, tetapi juga dalam keputusan-keputusan strategis yang memperkuat fondasi Indonesia sebagai negara kepulauan. Ia dikenal sebagai sosok yang jujur, sederhana, dan tidak pernah mencari panggung. Seluruh kiprahnya ia lakukan demi kemaslahatan bangsa, bukan demi nama pribadi.

Ir. H. Djuanda Kartawidjaja dan Dedikasi Sejak Awal Kemerdekaan

Ir. H. Djuanda Kartawidjaja memulai peran pentingnya dalam pemerintahan sejak masa awal kemerdekaan. Ia dipercaya memimpin berbagai kementerian strategis, mulai dari Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan, hingga Menteri Pertahanan. Kepercayaan yang terus-menerus diberikan oleh berbagai kabinet menunjukkan integritas dan kecakapan yang dimilikinya. Djuanda tidak hanya memahami urusan teknis, tetapi juga piawai dalam diplomasi dan manajemen negara.

Keberadaan Djuanda di tengah kabinet selalu menjadi penyejuk di tengah gejolak politik. Dalam suasana negara yang belum stabil dan sarat tarik-menarik kepentingan, ia tetap menjaga prinsip dan profesionalisme. Tak banyak pejabat yang bisa bertahan di berbagai pemerintahan tanpa kehilangan idealisme, tetapi Djuanda mampu melakukannya.

Deklarasi Djuanda: Warisan yang Menyatukan Nusantara

Salah satu warisan terbesar Ir. H. Djuanda Kartawidjaja adalah Deklarasi Djuanda yang diumumkan pada 13 Desember 1957. Dalam deklarasi ini, ia menyatakan bahwa semua perairan di antara pulau-pulau Indonesia adalah bagian dari wilayah kedaulatan negara. Sebelumnya, laut di antara pulau-pulau dianggap sebagai laut bebas berdasarkan hukum laut internasional saat itu. Konsekuensinya, banyak kapal asing bisa bebas melintas di antara pulau-pulau Indonesia.

Melalui Deklarasi Djuanda, Indonesia menegaskan bahwa kepulauan nusantara adalah satu kesatuan yang utuh—baik darat maupun lautnya. Langkah ini menjadi pijakan penting bagi konsepsi negara kepulauan yang diakui dalam Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) tahun 1982. Meski Djuanda tidak sempat menyaksikan pengakuan dunia itu secara langsung, jasa besarnya tetap menjadi tonggak sejarah bangsa.

Deklarasi tersebut tidak hanya berdampak secara geografis, tetapi juga simbolis. Ia mempererat rasa kesatuan antara ribuan pulau di Indonesia yang sebelumnya terpisah secara hukum internasional. Ir. H. Djuanda Kartawidjaja menjahit laut menjadi pengikat wilayah bangsa, bukan pemisahnya.

Akhir Hidup yang Tenang dan Warisan yang Tak Tergantikan

Ir. H. Djuanda Kartawidjaja wafat pada 7 November 1963 di Jakarta. Ia menghembuskan napas terakhirnya setelah mengabdi nyaris seumur hidup kepada bangsa dan negara. Pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional sebagai bentuk penghargaan atas seluruh pengorbanan dan jasanya. Namanya kini tidak hanya tercetak di lembar uang rupiah, tetapi juga diabadikan dalam nama Bandara Internasional Djuanda di Surabaya dan berbagai lembaga pendidikan.

Warisan terbesar Ir. H. Djuanda Kartawidjaja tidak terletak pada simbol-simbol fisik semata, tetapi pada prinsip dan gagasan yang ia tanamkan. Ia adalah lambang bahwa pemimpin tidak harus keras suara, tidak harus haus panggung, cukup dengan kerja nyata dan integritas yang tak bisa dibeli. Ia membuktikan bahwa seorang insinyur pun bisa menjadi arsitek besar dalam politik dan kedaulatan negara.