GEMINITIKTOK – Djamaluddin Malik merupakan tokoh penting dalam sejarah perfilman Indonesia yang perannya tak bisa dilepaskan dari perkembangan industri kreatif nasional. Di tengah kondisi bangsa yang baru merdeka, ia hadir sebagai sosok visioner yang menjadikan film sebagai medium perjuangan dan pembangunan karakter bangsa.
Lahir di Kota Padang pada 13 Februari 1917, Djamaluddin Malik tumbuh di tengah keluarga Minangkabau yang aktif dalam dunia perniagaan. Jiwa enterpreneur yang melekat sejak kecil membuatnya tak hanya terjun ke dunia bisnis, tetapi juga menjadi pionir dalam menyatukan idealisme kebangsaan dengan industri hiburan. Keberaniannya mengambil risiko dan kecintaannya terhadap kebudayaan menjadi fondasi utama perjalanan hidupnya.
Djamaluddin Malik dan Awal Karier di Dunia Film
Frasa kunci Djamaluddin Malik mulai dikenal luas ketika ia mendirikan rumah produksi Persari (Perseroan Artis Indonesia) pada tahun 1951. Sebagai pendiri dan produser utama, ia membawa warna baru bagi perfilman nasional. Di bawah kepemimpinannya, Persari tidak hanya menjadi studio film, tetapi juga menjadi tempat lahirnya aktor, sutradara, dan penulis skenario berbakat.
Langkahnya terbilang revolusioner karena ia ingin membangun film Indonesia yang berkarakter, tidak kalah dengan produksi luar negeri. Ia menekankan pentingnya nilai-nilai moral, budaya lokal, dan semangat nasionalisme dalam setiap karya film. Film-film seperti Rodrigo de Villa, Leilani, hingga Pahit-Pahit Manis mencerminkan idealismenya.
Ia juga dikenal sebagai produser yang peduli dengan kualitas teknis dan cerita. Tak heran jika Persari kerap bekerja sama dengan tenaga profesional dari Filipina dan India demi meningkatkan standar produksi film Indonesia kala itu. Djamaluddin sadar bahwa film bukan sekadar hiburan, melainkan alat pendidikan publik dan penguat identitas bangsa.
Peran Djamaluddin Malik dalam Politik dan Kebudayaan
Di luar dunia film, Djamaluddin Malik aktif dalam dunia politik dan kebudayaan. Ia pernah menjadi anggota Konstituante dari partai Masyumi dan menjabat sebagai Ketua Dewan Film Nasional. Keterlibatannya di ranah politik tidak mengurangi komitmennya pada dunia seni. Sebaliknya, ia memanfaatkan posisinya untuk mendorong kebijakan yang mendukung industri perfilman nasional.
Ia juga dikenal dekat dengan tokoh-tokoh besar seperti Presiden Soekarno. Kedekatan ini bukan semata karena afiliasi politik, tetapi juga karena pandangan mereka yang sama tentang pentingnya kebudayaan sebagai bagian dari pembangunan bangsa. Djamaluddin memandang bahwa film harus memiliki peran strategis dalam menciptakan masyarakat yang sadar sejarah, menghargai budaya, dan menjunjung nasionalisme.
Warisan Djamaluddin Malik bagi Perfilman Indonesia
Meski Djamaluddin Malik wafat pada 8 Juni 1970, warisannya tetap hidup dalam jejak panjang industri perfilman Indonesia. Ia dikenang sebagai produser yang mengangkat film dari sekadar hiburan menjadi medium perjuangan. Gagasan dan model manajemen Persari menjadi referensi penting bagi rumah produksi di masa-masa setelahnya.
Film-film yang ia hasilkan menjadi dokumen visual penting tentang Indonesia pasca-kemerdekaan. Lebih dari itu, ia berhasil membangun ekosistem kreatif yang menyatukan berbagai unsur: seni, bisnis, dan nasionalisme. Tak heran jika pada tahun 2023, pemerintah secara resmi menetapkan namanya sebagai Pahlawan Nasional berkat kontribusinya terhadap budaya dan perfilman Indonesia.
Penutup
Djamaluddin Malik adalah contoh nyata bahwa visi besar dan keberanian dapat mengubah arah sejarah. Lewat film, ia tidak hanya menyampaikan cerita, tetapi juga membentuk karakter bangsa. Dalam lintasan waktu, namanya tetap menjadi inspirasi bagi sineas muda Indonesia yang ingin melanjutkan perjuangan budaya dengan cara yang elegan dan bermakna