Dr. K.H. Idham Chalid: Ulama Besar yang Menjadi Pilar Politik Indonesia

Dr. K.H. Idham Chalid tahun 1952

GEMINITIKTOK – Dr. K.H. Idham Chalid merupakan sosok ulama dan politisi besar yang memainkan peran sentral dalam sejarah Indonesia. Lahir pada 27 Agustus 1921 di Satui, Kalimantan Selatan, ia tumbuh dalam lingkungan pesantren yang kental dengan nilai-nilai Islam dan perjuangan. Sejak usia muda, semangat belajar dan dedikasinya terhadap agama telah membentuk karakter kepemimpinannya yang kuat.

Idham Chalid dikenal luas sebagai pemimpin Nahdlatul Ulama (NU) selama lebih dari dua dekade. Namun, perannya tidak berhenti di ranah keagamaan saja. Ia juga menorehkan sejarah dalam dunia politik nasional, dengan menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Indonesia pada era kabinet parlementer dan menduduki berbagai posisi penting dalam pemerintahan.

Kiprah Politik Dr. K.H. Idham Chalid di Tengah Dinamika Bangsa

Sebagai tokoh politik, Dr. K.H. Idham Chalid dikenal karena kemampuannya menjembatani kepentingan agama dan negara. Setelah Indonesia merdeka, ia aktif dalam Partai NU dan menunjukkan kepiawaian dalam diplomasi serta negosiasi. Pada tahun 1956, ia dipercaya menjadi Wakil Perdana Menteri dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo II, posisi yang memperlihatkan pengakuan negara terhadap kontribusi dan integritasnya.

Pada masa itu, Indonesia tengah menghadapi banyak tantangan, baik dari dalam negeri maupun dari luar. Idham Chalid memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas politik dan memberikan arah yang moderat bagi perkembangan bangsa. Ia juga aktif dalam Dewan Konstituante, menunjukkan dedikasinya dalam membentuk dasar hukum negara yang demokratis dan inklusif.

Di tengah pergolakan politik Orde Lama dan transisi ke Orde Baru, Idham Chalid tetap berdiri teguh pada prinsipnya. Ia tidak larut dalam ekstremisme politik, tetapi justru tampil sebagai tokoh penyeimbang yang disegani oleh berbagai kalangan.

Ketua Umum PBNU dan Pemimpin Umat yang Berpengaruh

Di luar politik, Dr. K.H. Idham Chalid juga dikenal luas sebagai pemimpin umat. Ia menjabat Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dari tahun 1956 hingga 1984. Selama masa kepemimpinannya, NU berkembang menjadi organisasi Islam yang kuat, tidak hanya dalam jumlah anggota tetapi juga dalam pengaruh sosial-politik.

Kepemimpinan Idham Chalid di NU menandai era konsolidasi dan modernisasi organisasi. Ia mendorong pembaruan dalam pendidikan pesantren dan aktif membangun jejaring internasional Islam. Gaya kepemimpinannya yang tenang namun tegas, menjadikan NU sebagai kekuatan besar yang tetap moderat di tengah guncangan ideologi pada masa itu.

Selain itu, ia juga dipercaya menjabat Ketua DPR-GR dan kemudian Ketua MPR-RI. Dalam posisi ini, Idham Chalid berperan dalam merumuskan kebijakan negara dan menjaga keberlangsungan sistem kenegaraan yang stabil.

Warisan Besar Dr. K.H. Idham Chalid bagi Bangsa Indonesia

Dr. K.H. Idham Chalid wafat pada 11 Juli 2010, meninggalkan warisan besar berupa kontribusi nyata terhadap pembangunan Indonesia baik dalam bidang keagamaan maupun politik. Ia adalah satu dari sedikit tokoh bangsa yang mampu menjembatani dua dunia yang sering kali terpisah—dunia pesantren dan dunia politik.

Namanya kemudian diabadikan dalam uang pecahan Rp5.000, sebuah bentuk penghormatan negara atas jasa-jasanya yang luar biasa. Sosok Idham Chalid tetap menjadi inspirasi bagi generasi muda, khususnya mereka yang ingin berkiprah di bidang keagamaan dan pemerintahan secara bersamaan.

Keteladanan, integritas, dan kesederhanaannya menjadi nilai-nilai yang terus dikenang. Dr. K.H. Idham Chalid bukan hanya seorang pemimpin, tetapi penjaga moral bangsa yang mampu menunjukkan bahwa Islam dan nasionalisme bisa berjalan berdampingan untuk membangun negeri.