GEMINITIKTOK – Sam Ratulangi adalah tokoh penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia bukan hanya dikenal sebagai pahlawan nasional asal Sulawesi, tetapi juga sebagai pendidik, jurnalis, dan pemikir modern yang sangat berpengaruh. Perjuangannya menembus batas-batas kedaerahan dan menginspirasi gerakan nasional di berbagai wilayah Indonesia.
Semangat Pendidikan Sejak Dini
Sam Ratulangi lahir dengan nama lengkap Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi pada 5 November 1890 di Tondano, Sulawesi Utara. Sejak kecil, Sam telah menunjukkan kecerdasan dan semangat belajar yang luar biasa. Ayahnya, yang merupakan guru, menanamkan pentingnya pendidikan dan pemikiran merdeka.
Setelah menamatkan pendidikan dasar di Tondano, Sam melanjutkan sekolah di Batavia dan kemudian mendapat beasiswa untuk melanjutkan studi di Belanda dan Swiss. Di sana, ia mempelajari ilmu pasti dan teknik, namun ketertarikannya pada ilmu sosial dan politik tumbuh kuat. Ia memperoleh gelar doktor di bidang matematika dan fisika dari Universitas Zürich—prestasi luar biasa bagi seorang pribumi di masa kolonial.
Sam Ratulangi dalam Gerakan Nasional
Kepedulian Beliau terhadap nasib bangsa semakin tumbuh ketika ia melihat diskriminasi yang dialami rakyat Indonesia. Selama di Eropa, ia aktif dalam organisasi mahasiswa Indonesia dan mulai menulis artikel yang menyerukan kesadaran nasional. Ketika kembali ke tanah air, Sam langsung terjun dalam gerakan kemerdekaan.
Ia mendirikan surat kabar dan organisasi yang menampung aspirasi rakyat, termasuk menerbitkan majalah yang mengangkat isu pendidikan dan perlawanan terhadap ketidakadilan kolonial. Sam percaya bahwa pendidikan adalah senjata utama untuk membebaskan bangsa dari kebodohan dan penjajahan. Prinsip inilah yang membuatnya berjuang keras mendirikan sekolah dan memperluas akses belajar bagi masyarakat Minahasa dan Indonesia secara luas.
Peran Politik dan Perjuangan Sam Ratulangi
Sam Ratulangi dikenal sebagai pemimpin yang visioner dan bersikap moderat. Pada masa pendudukan Jepang, ia tetap aktif menyuarakan kepentingan rakyat. Pasca kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, Sam diangkat sebagai Gubernur Sulawesi yang pertama. Dalam posisi itu, ia berupaya keras mempertahankan integritas Indonesia di tengah gempuran Belanda yang ingin kembali menguasai wilayah tersebut.
Ia melakukan pendekatan diplomatis kepada masyarakat dan tokoh lokal untuk mendukung Republik Indonesia. Sam menolak tawaran Belanda yang ingin membentuk negara boneka di Sulawesi. Akibat sikap tegas itu, ia ditangkap dan diasingkan ke Bangka oleh Belanda. Namun, semangatnya tak pernah padam. Bahkan dalam pengasingan, ia tetap menyebarkan semangat nasionalisme melalui surat-surat dan pemikiran yang ia kirim ke rekan-rekan seperjuangan.
Warisan Pemikiran dan Penghormatan terhadap Sam Ratulangi
Selain sebagai pejuang, beliau dikenang sebagai pemikir modern yang memperkenalkan konsep “sama rasa, sama rata.” Ia memperjuangkan keadilan sosial, persamaan hak, dan semangat kebangsaan yang inklusif. Pemikirannya mendahului zamannya dan menjadi inspirasi bagi banyak tokoh pergerakan nasional.
Sam Ratulangi wafat pada 30 Juni 1949 di pengasingan. Meski tubuhnya tidak kembali ke kampung halaman semasa hidup, semangatnya pulang bersama cita-cita kemerdekaan yang ia perjuangkan. Pemerintah Indonesia kemudian menganugerahinya gelar Pahlawan Nasional sebagai bentuk penghormatan atas jasa dan pengabdiannya.
Nama Sam Ratulangi kini diabadikan dalam berbagai institusi, seperti Universitas Sam Ratulangi di Manado dan Bandara Internasional Sam Ratulangi. Ia adalah simbol dari semangat intelektual yang dipadukan dengan perjuangan, keberanian, dan pengabdian.