GEMINITIKTOK – Abdul Muis adalah satu dari sedikit tokoh pergerakan nasional yang berhasil memadukan perjuangan politik dengan kekuatan pena. Namanya tercatat sebagai pejuang yang tidak hanya menggugat ketidakadilan melalui mimbar rapat dan parlemen kolonial, tetapi juga melalui karya sastra yang menggugah kesadaran bangsa. Di masa ketika suara pribumi dibungkam, Abdul Muis justru lantang bersuara.
Awal Kiprah Nasionalisnya
Abdul Muis lahir di Sungai Puar, Sumatera Barat, pada 3 Juli 1886. Ia berasal dari keluarga Minangkabau yang terpandang dan sejak kecil telah menunjukkan minat besar pada pendidikan dan dunia tulis-menulis. Meskipun ia tidak menyelesaikan studi tekniknya di STOVIA karena alasan kesehatan, beliau justru menemukan jalannya di dunia jurnalistik dan pergerakan.
Saat menjadi wartawan di surat kabar De Express, Abdul Muis menyuarakan ketidakadilan yang dialami rakyat Indonesia di bawah kolonialisme Belanda. Ia menulis dengan tajam dan berani, menyentil kebijakan-kebijakan kolonial yang merugikan bumiputra. Tulisan-tulisannya menyentuh hati banyak orang, sekaligus membuat pemerintah kolonial gerah.
Perjuangannya bukan sekadar melalui pena. Ia juga aktif dalam organisasi pergerakan seperti Sarekat Islam, dan menjadi utusan Indonesia dalam misi ke Belanda untuk memperjuangkan hak-hak bangsa di tahun 1913. Meskipun misinya tidak langsung membuahkan hasil, namun langkah itu menunjukkan bahwa beliau memiliki visi besar tentang kemerdekaan.
Dunia Politik dan Perlawanan
Keberanian Abdul Muis dalam menyuarakan kritik membuatnya beberapa kali ditangkap dan diawasi ketat oleh pemerintah kolonial. Namun hal itu tidak menyurutkan semangatnya. Ia terlibat aktif dalam Volksraad, semacam parlemen bentukan Belanda, yang digunakan oleh para tokoh nasionalis sebagai sarana menyampaikan aspirasi rakyat.
Di dalam Volksraad, Abdul Muis tidak tinggal diam. Ia mengkritik sistem pemerintahan kolonial yang timpang, menuntut pendidikan yang setara untuk pribumi, serta memperjuangkan hak buruh dan petani. Gagasan-gagasannya seringkali dianggap radikal oleh Belanda, namun menjadi inspirasi bagi generasi muda.
Selain itu, Abdul Muis turut memperjuangkan nasib rakyat melalui jalur pendidikan informal dan pembentukan kesadaran nasional. Ia menjadi penghubung antara gerakan intelektual dan massa rakyat, menjembatani kebutuhan untuk perubahan yang sistemik.
Abdul Muis dan Kontribusinya dalam Dunia Sastra
Kontribusi beliau tidak berhenti di dunia politik. Ia juga dikenal sebagai sastrawan besar Indonesia. Novel pertamanya yang berjudul Salah Asuhan (1928) menjadi karya monumental dalam sejarah sastra Indonesia. Lewat kisah Hanafi dan Corrie, Abdul Muis menggambarkan benturan budaya Timur dan Barat, serta dilema identitas bangsa yang terjajah.
Salah Asuhan bukan sekadar karya sastra, melainkan kritik sosial yang tajam terhadap penjajahan budaya dan inferioritas yang ditanamkan oleh kolonialisme. Dalam tulisannya, beliau membela harkat dan martabat bangsa, serta mengajak pembaca untuk menyadari pentingnya kebanggaan terhadap jati diri sendiri.
Selain Salah Asuhan, ia juga menulis beberapa karya lain seperti Pertemuan Jodoh dan berbagai artikel dalam surat kabar. Setiap karyanya mengandung pesan perjuangan, dan menyentuh akar persoalan sosial yang dihadapi rakyat Indonesia pada masa itu.
Warisan Besar Abdul Muis untuk Indonesia
Abdul Muis wafat pada 17 Juni 1959 di Bandung, namun semangatnya tidak pernah padam. Pemerintah Republik Indonesia kemudian menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional pada dirinya, sebagai penghormatan atas dedikasi dan perjuangannya dalam memperjuangkan kemerdekaan dan membangun kesadaran nasional.
Hingga kini, nama Abdul Muis terus dikenang sebagai sosok pejuang multitalenta: seorang nasionalis yang berani, politisi yang cerdas, jurnalis yang tajam, dan sastrawan yang peka terhadap penderitaan bangsanya. Ia adalah bukti bahwa kata-kata bisa menjadi senjata paling tajam dalam melawan ketidakadilan.
Dengan segala perjuangannya, beliau mengajarkan bahwa merdeka bukan sekadar bebas dari penjajahan, tetapi juga bebas berpikir, bersuara, dan menentukan arah bangsa sendiri. Namanya akan selalu menjadi bagian dari sejarah panjang Indonesia menuju kemerdekaan yang sejati.