GEMINITIKTOK – Sultan Iskandar Muda merupakan salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah Nusantara. Di bawah kepemimpinannya, Kesultanan Aceh mencapai puncak kejayaan. Dengan visi besar, kecerdasan strategi, dan kekuatan militernya, ia menjadikan Aceh sebagai pusat perdagangan, ilmu pengetahuan, dan kekuatan Islam di Asia Tenggara pada abad ke-17.
Lahir dengan nama Meurah Pupok sekitar tahun 1590 di Banda Aceh, Iskandar Muda adalah cucu dari Sultan Alauddin Ri’ayat Syah al-Kahar. Sejak kecil, ia menunjukkan kecerdasan luar biasa dan keberanian yang melebihi anak seusianya. Sejarah mencatat, sebelum naik takhta, ia pernah dibuang dari istana karena konflik internal, namun pengalaman tersebut justru mengasah kepemimpinannya.
Kepemimpinan Sultan Iskandar Muda di Puncak Kejayaan
Sultan Iskandar Muda naik takhta pada tahun 1607 setelah mengalahkan pesaing-pesaing politiknya. Masa pemerintahannya berlangsung hingga 1636. Selama hampir tiga dekade itu, ia berhasil menjadikan Aceh sebagai kekuatan utama di kawasan Selat Malaka, bahkan menyaingi imperium Portugis di Malaka dan Belanda di Batavia.
Kebijakan militernya sangat progresif. Ia membentuk angkatan laut yang kuat, memodernisasi pasukan darat, dan memperluas wilayah kekuasaan Aceh hingga ke Sumatera Timur, Pahang, Johor, hingga sebagian semenanjung Malaya. Serangan-serangannya terhadap Portugis bahkan mengguncang kedudukan mereka di Asia Tenggara.
Selain militer, Beliau juga memperkuat struktur pemerintahan. Ia menempatkan uleebalang (kepala daerah) yang loyal, dan menetapkan hukum adat dan agama secara seimbang. Hal ini menciptakan stabilitas dalam negeri yang mendukung pembangunan besar-besaran.
Sultan Iskandar Muda dan Kemajuan Perdagangan Aceh
Di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Aceh berkembang menjadi pelabuhan internasional yang sangat penting. Letaknya yang strategis di ujung barat Sumatra menjadikannya titik persilangan antara Timur Tengah, India, dan Tiongkok. Kapal-kapal dari Arab, Gujarat, Turki, bahkan Eropa rutin berlabuh di pelabuhan Aceh.
Sang Sultan mengatur perdagangan lada dan rempah-rempah dengan sangat ketat demi menjaga kesejahteraan rakyatnya. Ia tidak ragu menyita kekayaan para pedagang asing yang melanggar aturan, termasuk dari Eropa. Hasilnya, pendapatan negara melonjak, dan rakyat hidup dalam kemakmuran.
Tak hanya itu, ia juga mendukung para pedagang lokal dan melindungi mereka dari tekanan bangsa asing. Ini menunjukkan betapa tajamnya visi ekonomi Sultan Iskandar Muda dalam menjaga kedaulatan.
Peran dalam Pengembangan Islam dan Ilmu Pengetahuan
Sultan Iskandar Muda bukan hanya seorang panglima perang, tetapi juga pelindung ilmu dan agama. Ia mendatangkan ulama-ulama besar dari berbagai penjuru dunia Islam, salah satunya adalah Syekh Nuruddin ar-Raniri. Di masa pemerintahannya, Aceh menjadi pusat pembelajaran Islam, dengan masjid dan madrasah yang dipenuhi pelajar dari berbagai wilayah.
Ia mendukung penulisan buku-buku keislaman dan mendorong perdebatan teologis di istana. Islam berkembang pesat di bawah naungan kerajaannya, menjadikan Aceh tidak hanya kuat secara militer dan ekonomi, tetapi juga menjadi mercusuar spiritual bagi umat Muslim di Asia Tenggara.
Warisan Abadi untuk Nusantara
Warisan Sultan Iskandar Muda masih terasa hingga hari ini. Ia bukan hanya simbol kekuatan dan kedaulatan Aceh, tetapi juga representasi dari kepemimpinan yang berani, berilmu, dan berpihak pada rakyat. Meskipun setelah wafatnya pada tahun 1636, Aceh mengalami kemunduran, jejak kejayaan yang ditinggalkan tak bisa dihapus sejarah.
Namanya kini diabadikan menjadi nama bandara internasional di Aceh dan penghargaan tertinggi di provinsi tersebut. Lebih dari itu, semangat juangnya menginspirasi generasi muda untuk mencintai tanah air dengan keberanian, kecerdasan, dan semangat kebudayaan.