KH Wahid Hasyim: Ulama, Pejuang, dan Menteri Agama Pertama Indonesia

Potret KH Wahid Hasyim mengenakan peci dan kacamata.

GEMINITIKTOK – Di balik kisah kemerdekaan Indonesia, tersimpan nama besar KH Wahid Hasyim—seorang tokoh yang tak hanya dikenal sebagai ulama, tetapi juga sebagai pejuang dan negarawan. Ia adalah jembatan antara nilai-nilai keislaman yang kuat dan semangat kebangsaan yang moderat.

KH Wahid Hasyim dan Akar Intelektual dari Pesantren

Lahir pada 1 Juni 1914 di Jombang, Jawa Timur, KH Wahid Hasyim merupakan putra pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Hasyim Asy’ari. Sejak kecil, ia tumbuh dalam lingkungan pesantren dan pendidikan agama yang kental. Namun, semangat pembaruan menjadikannya berbeda. Ia menempuh pendidikan ke Mekkah, tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu agama, tetapi juga sejarah, filsafat, dan bahasa asing seperti Arab, Inggris, dan Jerman.

Sepulang dari Mekkah, ia membawa gagasan besar: pendidikan Islam harus terbuka terhadap ilmu pengetahuan modern. Ia menyadari bahwa bangsa Indonesia membutuhkan generasi yang mampu menguasai ilmu dunia tanpa meninggalkan nilai-nilai agama.

Pembaruan Pendidikan Islam

Setibanya di tanah air, KH Wahid Hasyim memulai reformasi besar di pesantren Tebuireng. Ia memasukkan pelajaran umum seperti sejarah, geografi, dan matematika ke dalam kurikulum pesantren. Langkah ini awalnya ditentang, namun perlahan diterima karena terbukti efektif. Visi Wahid Hasyim tentang pendidikan menyatukan ilmu agama dan ilmu pengetahuan sebagai satu kesatuan yang utuh.

Gagasan ini kemudian menjadi cikal bakal sistem pendidikan Islam modern di Indonesia, dan memberikan pondasi kuat bagi madrasah serta lembaga-lembaga pendidikan Islam formal lainnya di masa depan.

Peran Politik dalam Kemerdekaan Indonesia

KH Wahid Hasyim tidak hanya berperan di dunia pendidikan. Ia juga aktif dalam pergerakan kemerdekaan. Ia menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan ikut serta dalam perumusan dasar negara. Dalam forum ini, ia menunjukkan kemampuan diplomasi yang luar biasa, menjembatani pandangan kelompok nasionalis dan Islamis.

Setelah Indonesia merdeka, Wahid Hasyim diangkat menjadi Menteri Agama pertama Republik Indonesia. Dalam jabatan ini, ia menginisiasi sistem pengakuan terhadap madrasah dan pesantren dalam pendidikan nasional. Ia juga memperjuangkan pentingnya pendidikan agama di sekolah umum, serta meningkatkan kesejahteraan guru-guru agama.

Warisan Pemikiran KH Wahid Hasyim untuk Indonesia Modern

Meskipun wafat dalam usia muda—39 tahun akibat kecelakaan mobil di Cimahi pada 19 April 1953—KH Wahid Hasyim meninggalkan warisan yang sangat besar. Ia bukan hanya ayah dari Gus Dur, Presiden keempat Indonesia, tetapi juga ayah ideologis bagi pemikiran Islam yang inklusif, terbuka, dan nasionalis.

Pemikirannya tentang pluralisme, pendidikan, dan hubungan harmonis antara Islam dan negara masih sangat relevan hingga kini. Dalam konteks Indonesia yang majemuk, gagasan-gagasan Beliau menjadi fondasi penting untuk menjaga persatuan dan toleransi.