GEMINITIKTOK — Ketika pesawat mendarat di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, tak banyak yang tahu kisah heroik di balik nama itu. Sultan Hasanuddin bukan sekadar simbol kebanggaan Makassar atau Sulawesi Selatan, tetapi juga pejuang tangguh yang berdiri melawan penjajahan Belanda di abad ke-17. Dikenal sebagai “Ayam Jantan dari Timur”, ia menjadi ikon keberanian yang menggetarkan kekuasaan kolonial.
Masa Muda dan Latar Belakang Sultan Hasanuddin
Frasa kunci: Sultan Hasanuddin
Sultan Hasanuddin lahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang. Ia merupakan putra dari Sultan Malikussaid, penguasa Kesultanan Gowa. Sejak kecil, ia mendapat pendidikan agama dan kenegaraan yang ketat. Kehidupan istana menempanya menjadi sosok yang disiplin, bijaksana, dan penuh semangat juang.
Ketika sang ayah wafat, Hasanuddin naik takhta sebagai Sultan Gowa ke-16 pada tahun 1653. Dalam usia muda, ia sudah menunjukkan karakter kuat sebagai pemimpin. Tekadnya untuk mempertahankan tanah air dari dominasi asing menjadi prinsip yang tidak bisa ditawar.
Perjuangan Melawan VOC: Awal Mula Legenda
Sejak VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) masuk ke wilayah Indonesia, mereka berusaha menguasai jalur rempah-rempah yang strategis, termasuk di wilayah timur Nusantara. Kesultanan Gowa menjadi sasaran karena memiliki pelabuhan niaga penting yang ramai.
Beliau menolak tunduk pada tekanan VOC. Ia memperkuat aliansi dengan kerajaan-kerajaan lokal dan memodernisasi angkatan laut Gowa. Pada 1666, VOC mengirim ekspedisi militer besar-besaran di bawah Cornelis Speelman. Namun, Sultan Hasanuddintak gentar. Ia memimpin langsung pasukan dalam berbagai pertempuran laut dan darat, mempertahankan Makassar dengan gigih.
Perang Makassar pun pecah. Meskipun akhirnya Beliau harus menandatangani Perjanjian Bongaya pada 1667 yang merugikan pihak Gowa, semangat perlawanan rakyat tetap membara. Ia terus menolak dominasi VOC hingga turun takhta pada 1669.
Julukan “Ayam Jantan dari Timur”
Julukan ini bukan tanpa alasan. VOC sendiri yang memberinya nama itu karena keberaniannya yang luar biasa. Ia tidak pernah mundur dalam pertempuran. Bahkan ketika pasukan musuh lebih unggul secara jumlah dan persenjataan, Sultan Hasanuddin tetap memilih melawan, membela harga diri bangsanya.
Julukan itu kini melekat sebagai simbol perlawanan rakyat Makassar terhadap kolonialisme. Nama Sultan Hasanuddin tak hanya harum di kalangan rakyatnya, tetapi juga dicatat dalam sejarah perjuangan Indonesia.
Warisan dan Penghormatan Abadi
Untuk mengenang jasanya, pemerintah Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional pada tahun 1973. Bentuk penghormatan tertinggi lainnya adalah penamaan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin di Makassar. Bandara ini menjadi gerbang utama ke Sulawesi Selatan dan setiap penumpang yang tiba di sana secara tidak langsung mengenang perjuangan sang Sultan.
Selain itu, namanya diabadikan dalam berbagai bentuk lain—jalan, sekolah, hingga universitas. Semangatnya terus menginspirasi generasi muda agar tidak menyerah pada tekanan, dan terus menjaga kedaulatan bangsa.
Penutup: Semangat yang Tak Pernah Padam
Kisah hidup Sultan Hasanuddin adalah cerminan dari keberanian sejati. Ia tidak hanya seorang pemimpin, tetapi juga simbol perlawanan terhadap penjajahan. Warisan yang ditinggalkannya bukan sekadar catatan sejarah, melainkan semangat perjuangan yang terus menyala di hati rakyat Indonesia.
Setiap kali kita menyebut namanya, kita mengenang semangatnya yang tak padam. Maka, mari terus merawat nilai-nilai keberanian, kehormatan, dan cinta tanah air seperti yang diperjuangkan oleh Sultan Hasanuddin.
Baca juga:
👉 Biografi Wiyoto Wiyono – Nama Besar di Balik Tol Ikonik Jakarta